Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, yang juga mantan Menteri Luar Negeri RI Ali Alatas, meninggal dunia pada usia 76 tahun, Kamis (11/12) pagi, pukul 06.30 WIB, di RS Mount Elizabeth, Singapura.
Jenazah diplomat kawakan yang banyak memperjuangkan Indonesia dalam masalah Timor Timur ini akan disemayamkan di KBRI Singapura siang ini, dan akan tiba di Jakarta pukul 18.00. Jenazah akan langsung dibawa ke Gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri, untuk disemayamkan, sebelum dibawa ke rumah duka di Jalan Kemang Timur V Kavling 2, Jakarta Selatan. Pejuang diplomasi ini akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jumat (12/12) pagi, pukul 09.00.
Terkait dengan kepergian salah satu putra terbaik bangsa ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan rasa duka citanya atas meninggalnya anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Ali Alatas. ”Presiden sedih dan terkejut mendengar kabar itu,” kata juru bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal ketika dihubungi melalui telepon.
Menurut Dino, hingga kini Presiden juga belum memikirkan untuk mencari pengganti Ali Alatas yang merupakan penasihat bidang luar negeri dalam Wantimpres. Sebelum Alatas, salah seorang anggota Wantimpres yang meninggal dunia adalah Dr Sjahrir pada 28 Juli lalu. Penasihat Presiden di bidang ekonomi ini, juga meninggal di RS Mount Elizabeth, Singapura akibat sakit kanker paru-paru.
Menurut Iwanshah Wibisono, Sekretaris Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Ali Alatas sempat dirawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta sebelum dibawa ke RS Mount Elizabeth Singapura. Komplikasi yang dialami diperkirakan karena Pak Alex, begitu dia biasa disebut, terlalu lelah sehingga jantungnya terkena. Ali Alatas meninggalkan seorang istri, Junisa, dan tiga putri yang semua telah berkeluarga, yakni Soraya Alatas, Nadita Alatas, dan Fauzia Alatas.
”Beliau pernah menjalani operasi jantung pada tahun 1994,” kata Iwan yang juga mantan konsul di Konsulat Jenderal RI New York. Pada hari Senin lalu, kondisinya membaik sehingga dipindahkan ke ruang perawatan nomor 6003. ”Sudah bisa bicara,” kata Iwan. Namun Kamis pagi, Ali Alatas dipindahkan kembali ke ruang perawatan intensif (ICU) pada pukul 05.40 waktu Singapura.
Selama setahun terakhir menjadi sekretaris Ketua Watimpres, Ali Alatas menurut Iwan adalah orang yang tidak pernah menyerah dan penuh dedikasi pada pekerjaannya. Pada komunikasi terakhir yang dilakukan Jumat pekan lalu, Ali Alatas menanyakan pekerjaan kepadanya.
Tokoh Dunia
Ali Alatas adalah manteri luar negeri (menlu) paling lama dalam sejarah RI. Dia menjadi menlu untuk empat kabinet semasa Orde Baru (1987-1999). Namanya pernah dinominasikan untuk mendapat Nobel Perdamaian pada 1996, namun berbagai pelanggaran HAM di Timor Timur mengganjalnya.
Siapa pun tidak akan lupa bahwa Ali Alatas yang bertugas sebagai co-chairman Paris Conference (1989-1991) adalah tokoh utama yang banyak berperan dalam proses perdamaian di Kamboja, sampai negara itu berhasil menyelenggarakan pemilihan umum demokratis pertama tahun 1992 dengan bantuan PBB (UNTAC).
Dia juga yang banyak berperan dalam proses perdamaian di Mindanao, Filipina Selatan, antara pemerintah Filipina dengan Front Nasional Pembebasan Moro (MNLF).
Dia termasuk tokoh yang meletakkan dasar dan mengarahkan terbentuknya berbagai forum dunia seperti ASEAN, APEC, ASEM, ASEAN Regional Forum, Gerakan Non-Blok sehingga nama Indonesia tetap berkibar, meski selalu disandung masalah Timor Timur. Namun, ironisnya, ketika ada keputusan politik untuk melepas Timor Timur lepas dari Indonesia pada 1999, Presiden BJ Habibie sama sekali tidak berkonsultasi dengannya karena dia dianggap yang menolak melepas Timor Timur.
Setelah tidak menjadi menlu pun, dia menjalankan tugas sebagai Penasihat Presiden untuk Urusan Luar Negeri (2001-2004) dan terakhir duduk di Dewan Penasihat Presiden, menjadi anggota Eminent Persons Group (EPG) untuk urusan hubungan RI-Malaysia, juga dalam penyusunan Piagam ASEAN (ASEAN Charter). Dia juga menjadi anggota Dewan Penasihat untuk Piagam Organisasi Konferensi Islam (2005-2006). Di luar itu, dia juga aktif dalam berbagai yayasan sosial termasuk menjadi penasihat di Firma Hukum Makarim & Taira.
Ali Alatas adalah lulusan Akademi Dinas Luar Negeri (1954) dan juga Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1956. Pria kelahiran 4 November 1932 ini, menjalani penempatan pertama sebagai diplomat ketika menjadi Sekretaris II KBRI Bangkok (1956-1960). Sebelum itu, dia bekerja merangkap sebagai redaktur ekonomi di Kantor Berita Aneta (1953-1954).
Di Departemen Luar Negeri, Alex pernah menduduki sejumlah pos penting di luar negeri dan dalam negeri. Dia ditunjuk Presiden Soeharto sebagai menteri luar negeri ketika masih menjadi Kepala Perwakilan Tetap RI (PTRI) New York (1983-1987), menggantikan Menlu Prof Dr Mochtar Kusuma Atmaja. Oleh karena keahliannya dan jasa-jasanya, Ali Alatas mendapatkan gelar kehormatan doctor honoris causa dari Universitas Diponegoro, Semarang
(sumber: sinarharapan)
Friday, December 12, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.