Sunday, August 8, 2010

Kisah Lancang Kuning

Lancang Kuning Perlambang Riau Gemilang




Mukadimah

Daerah Riau (rumpun melayu Riau) memiliki ribuan pulau yang bertebaran dari lautan cina selatan sampai ke Selat Melaka. Alat perhubungan yang utama adalah perahu layar. Karenanya di daerah ini terdapat berpuluh macam jenis perahu, yang telah dikenal sejak berabad-abad yang silam.
Untuk pelayaran jauh dipergunakan perahu layar yang besar, sedangkan untuk pelayaran dekat dipakai perahu berukuran sedang dan kecil.
Perahu besar disebut : Kici, Pinisi, Tongkang, Kotak dan sebagainya.
Perahu berukuran sedang di sebut : Nadi, Kolek, Keteman, Jung dan sebagainya.
Perahu berukuran kecil dinamakan : Jalur, Sampan Kampar, Sampan Siak, Biduk, dan sebagainya.
Disamping itu ada pula perahu yang khusus dipergunakan untuk berperang. Yang paling terkenal adalah : Lancang dan Penjajab.
Lancang dipergunakan pula untuk kenaikan para Raja dan merupakan “Kapal Komando” dalam angkatan laut kerajaan. Lancang yang menjadi kenaikan raja dan menjadi “Kapal Komando” itu disebut “LANCANG KUNING”.
Lancang Kuning adalah sebagai lambang kebesaran, kejayaan, kekuasaan, dan kepahlawanan. Karenanya Lancang Kuning diabadikan dalam nyanyian rakyat, dijadikan salah satu unsur utama dalam upacara pengobatan tradisional (Belia dan Ancak), dan dituangkan dalam cerita-cerita rakyat serta dalam tarian rakyat.


Asal-Usul
 
 

Belum diketahui sejak kapan Lancang ini bermula dan dipergunakan di daerah Riau ini. Demikian pula penciptanya.

Namun demikian, Lancang umumnya dan Lancang Kuning khususnya sudah disebut dalam nyanyian rakyat (Lagu : Lancang Kuning), disebut dalam cerita rakyat ( Kisah : Lancang Kuning di Bukit Batu, si Lancang di Kampar Kiri, Batang Tuaka di Indragiri Hilir, Pulau Dedap di Kabupaten Bengkalis). Ditarikan dalam tarian rentak Zapin ( Tari Zapin : Lancang Kuning), dijadikan upacara pengobatan tradisional (upacara : Belian dan Ancak) dan sebagainya, maka kita cenderung berpendapat bahwa Lancang Kuning ini telah demikian berakarnya dalam kehidupan rakyat daerah ini sejak beratus-ratus tahun yang silam.
Dugaan ini dikuatkan lagi dengan disebut-sebutnya Lancang sebagai kendaraan penting dalam kisah-kisah kerajaan Riau Bintan, Kerajaan Pekantua, Kerajaan Siak Sri Indrapura, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan Keritang, Kerajaan Kandis, dan Kerajaan Indragiri, dan lainnya. Oleh sebab itu, negeri Riau disebut pula sebagai Bumi Melayu LancangKuning.
Bentuknya
Lancang umumnya berbentuk panjang, rendah dan ramping. Tiangnya dia buah yang disebut Tiang Agung dan Tiang Cantel. Pada bagian buritan terdapat rumah-rumahan yang disebut Magun.
Menurut cerita turun-temurun, nama Lancang itu berasal dari kata Kencang. Karena kendaraan ini memang sangat laju.
Bagian-bagian Lancang adalah :
Lunas : Kayu dasar pada Lancang, terletak dibagian bawah sekali. Kayu ini dipilih yang keras dan kuat. Pembuatannya tidak disambung-sambung.
Gading-gading : Kayu yang dipakukan kepada lunas menjadi kerangka Lancang. Pemasangannya melengkung seperti tulang dada manusia. Gading-gading ini pun tak boleh bersambung, dan disinilah papan dinding dilekatkan.
Sauk : Sauk adalah tempat pertemuan keduan ujung papan dinding bagian haluan dan buritan. Sauk bagian haluan lebih panjang dari sauk buritan. Bentuknya agak melengkung ke luar. Umumnya pada sauk inilah terletak perbedaan dari jenis-jenis perahu itu. (Ada sauk tegak, sauk yang menjorok ke depan agak rebah dan sebagainya).
Papan susun : Papan susun disebut juga papan tunggul. Papan ini adalah papan dinding Lancang.
Belungkang : Fungsinya sama dengan papan susun, tetapi ukurannya lebih besar dari papan susun. Letaknya paling aras. Untuk Lancang kecil, cukup dengan selembar benang saja.
Ketiap : Papan datar yang terletak di atas belungkang. Bentuknya lebar ditengah, dan lancip ujung pangkalnya.
Tajuk : Adalah kayu khusus berfungsi sebagai sambungan gading-gading, terutama kalau Lancang itu tinggi.
Sento : Kayu penghubung antara sesama gading-gading. Pemasangannya sejajar dengan papan susun, tetapi di bagian dalam.
Leper-leper : Papan yang dipasang menutupi kepala (bagian atas) tajuk.
Pisang-pisang : Balok besar yang dipasang pada bagian luar dinding Lancang, memangjang dari haluan ke buritan.
Julung-julung : Kayu yang menjorok jauh ke depan di atas sauk. Fungsinya untuk mengikat tali layar kecil (jib) dan untuk mengikatkan tali tiang layar.
Timba ruang : Ruangan khusus tempat menimba ait. Biasanya terletak dibagian tengah.
Tiang Agung : Tiang yang paling besar (tiang utama) yang terletak di bagian haluan.
Tiang Cantel : Lebih kecil dari tiang Agung. Letaknya di bagian buritan (dibelakang tiang agung).
Apilan : Sarang meriam yang terletak di haluan. Tetapi ada juga yang diletakkan pada kedua belah sisi Lancang.
Layar : Layar utama di tiang Agung. Layar Cantel di tiang Cantel. Layar Jib di haluan.
Magun : Adalah rumah-rumahan yang terletak di bagian buritan. Bentuk magun ini disesuaikan menurut yang memakainya. Kalau Raja, bentuknya seperti Balai. Bagi yang lain, bentuknya seperti rumah belah bubung. Magun diberi hiasan ukiran, umumnya magun dibuat sebuah. Tetapi adalakalanya lebih, tergantung pada besar kecilnya Lancang dan penggunaannya.
Dandan : Bangunan khusus tempat jurumudi. Bentuknya menyerupai magun, tetapi lebih kecil. Letaknya paling buritan.
Jari lipan : Dayung yang dipakai pada kedua belah sisi Lancang. Dayung ini dijulurkan keluar melalui lubang khusus.
Adang-adang : Kayu tempat mengikatkan layar.
Tali-temali : Tali daman untuk meregang layar.
Tali Bubu
Tali Andang-andang
Tali Temerang
Tali Anak
Tali Jangkar dan sebagainya
Kemudinya : Kemudi Lancang, terletak pada bagian belakang Lancang pada sauk kemudi.
Semua Lancang dilengkapi dengan perlengkapan perang. Bagi Lancang Kuning dihiasi dengan aneka macam ukiran yang ditempatkan pada beberapa tempat seperti pada Magun, pisang-pisang, sauk depan dan belakang, Dandan dan sebagainya.

UKIRAN PADA LANCANG




Pada setiap Lancang terdapat ukiran (ornamen). Pada Lancang Kuning ukiran itu lebih banyak lagi Ukiran itu dibuat dengan berbagai motif sesuai menurut penempatannya.
Ukiran-ukiran itu disebut :
- Itik Pulang petang
- Akar Pakis
- Segi Wajik
- Siku-siku
- Pucuk Rebung
- Bunga Kundur
- Bunga Manggis
- Bintang-bintang
- Awan-awan
- Sayap Layangan
- Kuntum tak jadi

Disamping ukiran diatas, dapat pula diberi variasi lain sesuai selera setempat. Terutama untuk hiasan haluan dan sauknya dibuat ornamen dalam bentuk tertentu, sesuai pula derajat pemakainya.

LANCANG KUNING DI DALAM NYANYIAN

Lagu Lancang Kuning amat dikenal di daerah ini. Siapa penciptanya tidaklah diketahui. Lagu ini diarransir oleh beberapa seniman musik dan telah berulangkali diperdengarkan baik lewat radio, televisi, maupun pertunjukkan lainnya.
Pantun aslinya terdiri dari satu bait. Sedangkan bait-bait lainnya dibuat menurut versi setempat. Pantun asli itu berbunyi :
Lancang Kuning berlayar malam
Haluan menuju ke lautan dalam
Kalau nakhoda kuranglah faham
Alamat kapal akan tenggelam

Pantun ini mengandung pengertian yang dalam. Di dalam pantun inilah sebenarnya terkandung hakekat dari Lancang Kuning itu.

Lancang Kuning sebagai lambang kejayaan, kekuasaan, kebesaran dan kepahlawanan itu kemudian oleh Sang Nakhoda, yakni Pemegang Kekuasaan. Lancang berlayar menuju ke lautan dalam, berlayar di malam hari. Ini melukiskan tujuan yang amat jauh, yang penuh tantangan dan bahaya. Bila Sang Nakhoda kurang paham, bila ia tidak dapat mengemudikan Lancang itu dengan baik, maka akan celakalah semuanya. Lancang itu akan tenggelam. Dan akan tenggelam pulalah seluruh isinya. Akan punahlah kebesaran, kejayaan, keperkasaan dan kepahlawanannya.
Mengapa tidak disebutkan Lancang Kuning berlayar siang atau berlayar soe? Atau berlayar pagi?
Penduduk daeah melayu ini dahulunya mempercayai bahwa malam adalah lambang kegelapan. Malam penuh ancaman, tantangan, mengandung aneka bahaya dan kejahatan. Sehingga bagi masyarakat melayu apabila waktu malam telah tiba, oleh keluarga wajib baginya dan anak cucu nya untuk kembali masuk ke dalam rumah atau pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib dan selepas itu kembali ke rumah masing-masing. Sampai saat ini tradisi wajib masuk rumah bila waktu petang telah tiba masih dilakukan oleh masyarakat melayu.

Dengan demikian dapatlah ditarik semacam penafsiran bahwa :
Lancang Kuning = Negara
Nahkoda = Penguasa
Malam = Ancaman bahaya
Lautan dalam = Tujuan yang jauh

Jadi jelaslah bahwa nyanyian ini adalah sebagai nasihat yang disampaikan oleh rakyat untuk pemegang kekuasaan. Dan ini akan berkaitan pula dengan peribahasa rakyat yang berbunyi :
Kalau pandai meniti buih
Selamat badan sampai di seberang

 

Lancang Kuning di Dalam Tarian


Salah satu tarian berentak Zapin yang amat dikenal di daerah ini adalah Zapin Lancang Kuning.
Tarian ini melukiskan perjuangan pelaut-pelaut Melayu dalam menantang badai dan ombak. Dengan mengangkat sembah kepada mereka yang dihormati, serta memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka berlayar mengarungi samudera. Bila angin buritan bertiup Lancang meluncur laju. Tetapi bila angin sakal berhembus mereka terpaksa menentangnya dengan pendayung atau galah. Dan bila turun angin topan. Mereka berjuang dengan sekuat tenaganya. Sampai kelak mereka akan kembali ke pantai dengan sejahtera.

Tarian ini juga mengandung makna yang dalam. Hanay dengan itikad baik dan dengan kerja keras pantang menyerah, cita-cita akan dapat dicapai. Hanya kekompakkan dan kerjasama yang baik Lancang dapat diselamatkan.
Disamping Zapin Lancang Kuning, banyak pula tarian rentak Zapin yang memakai iringan musik lagu Lancang Kuning. Kesemuanya mengandung makna yang sama.

 Lancang Kuning Di Dalam Pengobatan

 
Dalam upacara pengobatan tradisional di daerah ini, Lancang Kuning memegang peranan yang amat menentukan. Upacara itu disebut Belian dan Ancak. Lancang Kuning dibuat dari pelepah rumbia dalam ukuran mini.
Lancang Kuning itu setelah diisi dengan beberapa benda-benda lainnya (beras kunyit, nasi kunyit, bertih, ayam panggang) dan alat sesajian lainnya kemudian dihanyutkan ke sungai oleh Bomo yang disebut Kemantan.
Dalam upacara pengobatan itu, Lancang itu berfungsi sebagai kendaraan untuk Kemantan dalam perjalanan gaibnya untuk mencari ramuan obat, dan sebagai kendaraan bagi hantu setan, jin dan mambang untuk pergi meninggalkan kamoung di mana si rakit berada.
Biasanya dalam upacara itu Lancang Kuning dibuat beberapa buah, dan dilengkapi dengan perahu lainnya sebagai pengiringnya.
Bila Lancang Kuning tidak ada, maka upacara itu tidak dapat dilakukan. Sebab Kemantan dan para raja jin itu hanya mau berlayar dengan Lancang Kuning.
Lancang Kuning untuk kendaraan Kemantan setelah setelah upacara selesai disimpan, sedangkan untuk jin setan dihanyutkan ke laut atau ke sungai.
Upacara menghanyutkan Lancang Kuning itu disebut menghanyutkan Lancang atau membuang Ancak dan malam pelaksanaannya disebut Malam Berhantu.
Dengan demikian dapat pula ditafsirkan bahwa Lancang Kuning merupakan kendaraan yang memegang peranan penting, tidak saja bagi kehidupan nyat, tetapi juga untuk makhluk gaib. Dan ini tentu saja merupakan kepercayaan turun-temurun dari nenek moyang masa lampau.

Bersambung ke Kisah Lancang Kuning di Bukit Batu


Referensi : Tenas Effendy

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kris Hadiawan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger