Kota Pekanbaru, siapa yang tak kenal dengan Pekanbaru saat ini? Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau yang oleh masyarakat Indonesia dikenal dengan hasil buminya yang melimpah dan daerah yang kental akan tradisi nilai-nilai kemelayuannya. Keberadaan Kota Pekanbaru yang ramai dan maju inipun menyimpan sejarah dan cerita tersendiri bagi masyarakat Riau.
Konon pada zaman raja Nan Panjang memerintahkan di Kerajaan Gasib, pinggir hulu Sungai Siak, terdapatlah dusun kecil bernama Payung Sekaki. Di situlah tinggal suku senapelan. Suatu seketika, dusun itu terbakar habis. Atas usaha jimbam, orang kuat kepercayaan Raja Nan Panjang, dibangun kembali sebuah dusun baru bernama Bunga Setangkai. Dusun itu terbakar habis. Atas usaha jimbam, orang kuat kepercayaan Raja Nan panjang, di bangun kembali sebuah dusun baru bernama Bunga Setangkai. Dusun terletak di pinggir sungai yang terkenal tenang arusnya. Kemudian, dusun itu berkembang menjadi pangkalan dagang persinggahan orang ramai. Ada yg singgah ketika mudik ke hulu Sungai Tapung, sementara ada pula yang menghilir Sungai Siak dalam kehidupan rakyat sehari-hari. Kala itulah dating seorang saudagar keturunan arab meminta bantuan jimbam untuk membuka sawah padi (sahil). Lingkungan itu kemudian menjadi Kecamatan Sail sampai sekarang.Menurut ucapan lidah melayu, sahil menjadi sail.
Karena pertumbuhan dusun Bunga Setangkai semakin pesat,tempat tinggal suku Senapelan itu menjadi Bandar persinggahan Senapelan, dan sebutan Bunga Setangakai pun sudah jarang terdengar sebagai kepala suku yang berkuasa di situ, Raja Nan Panjang menyerahkan kepada seorang kepercayaanya dengan gelar Batin Senapelan. Bentuk pemerintahannya yang sangat sederhana disebut kebatinan, terletak di Kelurahan Pesisir dan Kampung Dalam sekitar pelabuhan pada saat ini.
Penduduk senapelan kala itu berpikir jauh untuk perbaikan masa depannya dengan memanfaatkan sungai dan sawah lingkungan ini menjadi Bandar perdagangan.Perkembangan zaman pun memberi kemungkinan baik untuk itu. Bandar senapelan menjadi lebih mansyhur pada masa terjadinya “perang rebut” regalia (alat-alat yang hanya dimainkan pada waktu upacara penobatan raja) antara Raja kecik dari Buantan dan Kelana Jaya Putra dari Ulu Bintan.
Perang tanpa pertumpahan darah dengan sumpah “haram bersiram darah di bumi Senapelan”, yang pernah di ucapkan Batin Senapelan ketika itu,seperti dua regu sedang bermain galah panjang saja,”cak buuur”,Peperangan itu dimenangkan pihak Kelana Jaya Putra yang membawa regalia ke Bintan. Perangkat penobatan itu diserahklan kembali ketangan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah yang berkuasa di Riau-Lingga, johor, dan Pahang.
Sejak peristiwa perang rebut itu, termasyurlah sebutan negeri Senapelan, Bandar yang ramai di singgahi orang.Tempat orang berniaga dikepalai seorang batin bijaksana yang mengharamkan negeri bersiram darah. Kata sahibulhikayat, hingga sekarang buaya pun tidak pernah menyerang penduduk dipinggir sungai siak. Pada kenyataannya memang benar, sepanjang pesisir Senapelan dari Gasib atau Buatan sekarang hingga ke batas Sungai Tapung belum pernah terdengar buaya Sungai Siak menyambar orang. Hal ini telah berlaku berabad-abad lamanya, sejak sumpah Batin Senapelan di zaman permulaan Kerajaan Siak Sri Indrapura, sesudah Gasib dikalahkan Aceh pada abad ke-18 hingga sekarang.
Budaya dan Bahasa Asli Pekanbaru
Senapelan ketika itu hanya sebuah dusun kecil yang letaknya di kuala Sungai Pelan, hanya dihuni oleh dua atau tiga buah rumah saja (sekarang tepatnya di bawah Jembatan Siak I). Pada saat itu di sepanjang Sungai Siak, mulai dari Kuala Tapung sampai ke Kuala Sungai Siak (Sungai Apit) sudah ada kehidupan, hanya pada saat itu rumah-rumah penduduk jaraknya sangat berjauhan dari satu rumah ke rumah lainnya. Ketika itu belum ada tradisi dan kebudayaan, yang ada hanya bahasa, sebagai alat komunikasi bagi orang-orang yang tinggal di pinggir Sungai Siak.
Bahasa sehari-hari yang mereka pakai adalah bahasa Siak, bahasa Gasib, bahasa Perawang dan bahasa Tapung, karena orang-orang inilah yang lalu-lalang melintasi Sungai Siak. Pada saat itu pengaruh bahasa Minang, bahasa Pangkalan Kota Baru dan bahasa Kampar belum masuk ke dalam bahasa orang-orang yang hidup di sepanjang Sungai Siak. Saat itu beberapa perkampungan yang terkenal Tanjung Rhu, Sago, Sumahilang, Nelayan, Senapelan, Lima Puluh dan Rintis.
Kisah Puteri Kaca Mayang
Menurut tutur empunya cerita, Kerajaan Gasib dikalahkan Aceh dalam perang merebut Putri Kaca Mayang. Putri Raja Nan Panjang yang cantik jelita ini akhirnya mati terjepit tangan kuat jimbam yang merampasnya kembali.Sejak itulah perdagangan dari Limo Koto dan Minangkabau ke Malaka tidak melalui Gasib, tetapi beralih mengikuti alur teratak buluh ke senapelan. Raja Muda Siak ketika itu pun melepaskan kedaulatan johor. Setiap Bandar tidak di pegang lagi oleh seorang batin (kepala daerah), melainkan dipegang oleh seorang sebandar, seperti sebandar bengkalis,sebandar rokan,sebandar sabak aur,dan sabandar senapelan.
Bandar senapelan semakin berkembang bersamaan dengan bangkitnya kerajaan siak sri indra pura pada zaman pemerintahan sultan siak IV RAJA ALAM gelar Sultan Abdul Jalil Alauddinsyah (1746). Baginda membuat gagasan untuk mendirikan sebuah pecan atau pasar. Gagasan untuk memotong jalur perniagaan komponi belanda di malaka dengan petapahan. Dengan demikian baginda pun bernegeri di senapelan. Sebuah Bandar niaga sekaligus pusat pemerintahannya. Untuk sementara waktu mempura atau SIAK SRI INDRAPURA sekarang. Pusat kerajaan yang dibangun oleh raja kecil ayahandanya sekitar tahun 1727 itu dikosongkan. Sementara kedudukan adiknya SULTAN MUHAMMAD ABDUL JALIL MAZAFARSYAH, diteruskan putra makhota SULTAN ISMAIL JALALUDDINSYAH di pelalawan, menyingkir kelangkat kemudian kebatu bara, Sumatra utara.
Pekan perdagangan yang dibangun di senapelan sesuai dengan tata cara ciptaan raja alam bergelar SULTAN ABDUL JALIL ALAUDINSYAH melakukan kegiatan pasarnya tidak setiap hari. Pasar ramai senapelan dibuka pada hari-hari tertentu, sepekan sekali sehari pasar, pasar rabu, pasar sabtu, pasar senin misalnya masih berlaku di sebagian besar Riau daratan sampai sekarang.
Pekan senapelan semakin termasyur pada zaman pemerintahan SULTAN MUHAMMAD ALI, PUTRA RAJA ALAM mempura yang ditinggalkan pada zaman ayahandanya, diduduki kembali oleh SULTAN ISMAIL yang dahulu menyingkir ke batu bara. Ia pun berkuasa di SIAK SRI INDRAPURA bersiaap-siap hendak menyeberang senapelan, pasar perdagangan ramai, akan tetapi SULTAN MUHAMMAD ALI senapelan sesuai dengan sumpah “HARAM BERSIRAM DARAH DI BUMI SENAPELAN” mengajak damai. Baginda pun menjadi raja muda mendampingi SULTAN ISMAIL saudara sepupunya itu dan tetap membenahi pasar yang disebut PEKAN dalam pertumbuhan ekonomi BARU.
Negara pecan yang baru tumbuh menguasai ekonomi rakyat yang gaya baru dilanjutkan oleh kuasa perwakilan sultan kepada empat datuk. Hal ini tercipta setelah SULTAN ISMAIL JALALUDDINSYAH mangkat tahun 1781 dan pemerintahan diteruskan putra baginda dengan gelar SULTAN YAHYA ABDUL JALIL MAZAFARSYAH, datuk empat suku itu adalah datuk tanah datar asal Minang Kabau LUHAK (Daerah Tanah Datar), datuk lima puluh asal minang kabau luhak limapuluh, Datuk pesisir asal minang kabau luhak agam pesisir, dan datuk kampar asal negeri kampar limo koto serta kota baru. Kerabat empat suku yang dahulu rakyat sri indra pura itu hidup rukun damai bersama suku senapelan dan orang melayu dengan sumpah setia mereka. Meraka inilah yang menghidupkan pasar senapelan menjadi Bandar pekan semakin masyur, dengan sebutan PEKANBAHARU tempat lalu lalang dan singgahan orang ramai. Dalam bahasa sehari-hari sesuai dengan dialog melayu setempat diucapkan PEKANBARU hingga dewasa ini.
Pekanbaru adalah suatu bentuk pasar berkala yang ramai ciptaan Raja Alam gelar SULTAN ABDUL JALIL ALAUDDINSYAH tahun 1746. Pasar ini dikembangkan oleh putra makhota baginda SULTAN MUHAMMAD ALI ABDUL JALIL MUAZAMSYAH tahun 1766. Dibawah kuasaan SULTAN SIAK SRI INDRAPURA, YAHYA ABDUL JALIL MAZAFARSYAH, hingga tahun 1784.
Perkembangan selanjutnya tentang pemerintahan di Kota Pekanbaru selalu mengalami perubahan, antara lain sebagai berikut :
SK Kerajaan Besluit van Her Inlanche Zelf Bestuur van Siak No.1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru bagian dari Kerajaan Siak yang disebut District.
Tahun 1931 Pekanbaru masuk wilayah Kampar Kiri dikepalai oleh seorang Controleur berkedudukan di Pekanbaru.
Tanggal 8 Maret 1942 Pekanbaru dikepalai oleh seorang Gubernur Militer disebut Gokung, Distrik menjadi Gun dikepalai oleh Gunco.
Ketetapan Gubernur Sumatera di Medan tanggal 17 Mei 1946 No.103 Pekanbaru dijadikan daerah otonom yang disebut Haminte atau Kota b.
UU No.22 tahun 1948 Kabupaten Pekanbaru diganti dengan Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru diberi status Kota Kecil.
UU No.8 tahun 1956 menyempurnakan status Kota Pekanbaru sebagai kota kecil.
UU No.1 tahun 1957 status Pekanbaru menjadi Kota Praja.
Kepmendagri No. Desember 52/I/44-25 tanggal 20 Januari 1959 Pekanbaru menjadi ibukota Propinsi Riau.
UU No.18 tahun 1965 resmi pemakaian sebutan Kotamadya.
UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebutan Kotamadya berubah menjadi Kota.
Dan kini Kota dengan tujuan investasi utama di Indonesia ini sudah menyandang status sebagai Kota Besar
__________________
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.