Sunday, December 14, 2008

FFI 2008 Tak Mengangkat Budaya Sunda



Walaupun diselenggarakan di Bandung, namun Panitia Festival Film Indonesia (FFI) 2008 menolak memasukan muatan lokal dalam gelaran lambang supremasi perfilman Indonesia itu. Padahal alasan diselenggarakannya FFI di daerah karena untuk menampilkan nuansa kedaerahan dalam FFI.

Demikian dikatakan oleh Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Jabar Eka Gandra Wk saat jumpa pers persiapan FFI 2008 di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, Jalan Ahmad Yani, Selasa (9/12/2008).

Menurut Eka, diselenggarakannya FFI di daerah untuk manampilkan nuansa kedaerahan. Hal itu untuk menunjukan bahwa FFI bukan milik Jakarta saja.

"Saya ingat bahwa dulu jaman tahun 80-an kenapa FFI diselenggarakan di daerah untuk manampilkan nuansa kedaerahan. Itu untuk menunjukan bahwa FFI bukan milik Jakarta saja. Namun FFI di Bandung malah tidak tampak nuansa lokalnya," kata Eka.

Tak hanya itu, Eka juga merasa tersinggung dengan sikap panitia pusat FFI 2008 yang tidak mengakomodir muatan lokal yang ditawarkan oleh panitia lokal.

"Sebagai orang yang punya idealisme kesenian, saya tersinggung. Saya sudah mengusulkan beberapa ide namun panitia pusat tidak berkenan. Seperti gambar toong, gambar polosan, wayang beber, saya rasa relevan dengan dunia film. Ini sudah kita siapakan dan dulu pernah dipakai dalam FFI tahun 1984 di Yogyakarta dan tahun 1985 di Bandung. Bandung itu punya sesuatu," papar Eka berapi-api.

Dengan kondisi seperti itu, menurut Eka, Bandung bukan menjadi tuan rumah. Bandung hanya menjadi penjaga pintu untuk gelaran FFI 2008.

"Kita hanya jadi portir, hanya jadi penjaga pintu saja. mangga hajat, beres, wios abdi nu beberes (silahkan hajat, beres hajat saya yang bebersih - red). Kita tidak diberikan ruang sama sekali. Padahal tadinya saya berharap Bandung bisa mewarnai FFI," kata Eka yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Acara dalam panitia lokal FFI 2008.

Kondisi ini jelas sangat berbeda dengan FFI sebelumnya di tahun 2007 di Pekanbaru Riau yang mengusung tema budaya Melayu Riau. Konsep unik ini di terapkan pada prosesi "Golden Carpet" yang menunjukkan ciri khas kemegaham melayu dan sebagai apresiasi terhadap propinsi tuan rumah yang tengah berulang tahun ke-50. Begitu pula pada sesi acara, artis, pembacaan nominator, musik dan visual yang kental dengan budaya melayu.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kris Hadiawan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger