Adapun perkataan Melayu itu sendiri mempunyai kepada tiga pengertian, yaitu :
1. Melayu dalam pengertian “ras” di antara berbagai ras lainnya.
2. Melayu dalam pengertian sukubangsa yang dikarenakan peristiwa dan perkembangna sejarah, juga dengan adanya perubahan politik menyebabkan terbagi-bagi kepada bentuk negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina.
3. Melayu dalam pengertian suku, yaitu bahagian dari suku bangsa Melayu itu sendiri.
Di Indonesia yang dimaksud dengan suku bangsa Melayu adalah yang mempunyai adat istiadat Melayu, yang bermukim terutamanya di sepanjang pantai timur Sumatera, di Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat. Pemusatan suku bangsa Melayu adalah di wilayah Kepulauan Riau.
Kemudiannya menurut orang Melayu, yang dimaksud orang Melayu bukanlah dilihat daripada tempat asalnya seseorang ataupun dari keturun darahnya saja. Seseorang itu dapat juga disebut Melayu apa bila ia beragama Islam, berbahasa Melayu dan mempunyai adat-istiadat Melayu. Orang luar ataupun bangsa lain yang datang lama dan bermukim di daerah ini dipandang sebagai orang Melayu apabila ia beragama Islam, mempergunakan bahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu.
Berdasarkan hal yang demikian, orang Melayu dapat menetapkan yang disebut :
• Orang yang bukan Melayu, karena tidak beragama Islam, tidak berbahasa Melayu dan tidak mempunyai adat-istiadat lain dari orang Melayu.- Orang yang baru masuk Melayu, yaitu orang baru saja memeluk agama Islam, sudah mulai dapat berbahasa Melayu sedikit-sedikit tapi masih belum bertata-cara berdasarkan adat-istiadat Melayu.
• Orang Melayu tidak totok (tidak murni). Yang tergolong kelompok ini ialah orang Laut atau Sampan. Orang Laut yang sudah lama bermasyarakat dan “naik ke darat” dan telah memeluk agama Islam serta memakai adat-istiadat Melayu, namun mereka tidak dipandang sebagai Melayu totok karena mereka mempunyai bahasa sendiri dan tidak berbahasa Melayu sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
• Orang Laut terbagi beberapa suku yang lebih kecil yaitu orang Galang, orang Barok, orang Tambus, orang Kuala, orang Hutan, orang Mantang dan orang Posek.
• Orang Galang, orang Barok, orang Kuala, orang Hutan dan orang Posek, termasuk orang Laut yang sudah menetap di darat. Orang Galang tinggal di Pulau Karas dan Pulau Galang. Orang Barok tinggal di Pulau Penuba, orang Kuala tinggal di Pulau Kundur dan di Pulau Rempang.
• Orang Mantang dan orang Tambus, ialah orang Laut yang masih berkelana di laut. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 7 sampai 8 buah sampan. Sampan atau perahu ini merupakan milik mereka yang paling berharga yang berukuran antara 2 x 3 M. Di dalam sampan itulah mereka hidup berkeluarga dan membesarkan anak-anak. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain tergantung kepada keadan musim.
• Orang Melayu Totok, ialah orang Melayu yang lahir dan berasal dari orang Melayu itu sendiri. Mereka beragama Islam, berbahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu. Orang Melayu Totok konon, dahuluny merasa kedudukannya lebih tinggi dari orang Melayu yang tidak cocok. Sebahagian besar orang Melayu Totok ini tinggal di bekas-bekas ibukota kerajaan Melayu Riau-Lingga seperti di Daik dan Pulau Penyengat. Dulu kedua tempat ini sebagai pusat Kerajaan Melayu yang megah. Sampai ke hari ini, walaupun kebesaran kerajaan telah lama pupus, namun di kedua tempat tersebut sampai ke hari ini masih menggunakan bahasa Melayu dengan baik. Suatu bahasa yang kemudiannya dijadikan dasar untuk bahasa Indonesia.
Masyarakat Melayu mengenal pul dua istilah lainnya yaitu : pengertian masuk Melayu dan keluar Melayu. Orang yang masuk Melayu ialah orang luar atau orang asing yang baru saja menjadi orang Melayu yang sudah memeluk agama Isalam, berbahasa dan memakai adat istiadat Melayu. Sebaliknya yang dimaksud dengan keluar Melayu ialah Melayu yang meninggalkan kehidupan sebagai orang Melayu, baik bahasa, adat istiadat dan agama. **)
Jika menilik kepada pembagian yang sedemikian itu bukanlah akan mengarah kepada “retak menanti belah” malah sebaliknya yaitu dengan keberagaman tersebut termasuk kepada pengertian itu sendiri, adalah sebagai “bunga rampai” di dalam baki, yang semakin menambah harum dan serinya ruang kehidupan.
Dengan memperkatakan prihal itu bukanlah hendak menunjuk, mana yang lebih, mana yang kurang. Kesemuanya mempunyai keterkaitan yang erat, apatah lagi jika ditilik dari perjalanan sejarah, bahwa antara yang satu dengan yang lainnya tersangatlah erat perhubungannya. Ibarat teli yang berpilin. Al-hasil, jikapun terdapat perbedan antara satu dengan lainnya justru ianya sebagai “bunga rampai” yang menambah kepada kekayaan khasanah budaya itu sendiri. Prihal yang sedemikian itu juga kita jumpai di derah kita sendiri, yakni Kepulauan Riau. Keberbagaian yang ada tidak hanya kepada seni budaya bahkan bahasa antara satu daerah dengan daerah yang lain memiliki dialeg dan kosakata yang agak berbeda. Tetapi itulah, sebagai mana yang dikatakan sebelumnya, keberbagaian itu malahan memperkaya khasanah budaya yang ada.
Memanglah sangat diakui, jika hanya mengambil kepada yang satu, tentulah yang satu lainnya akan merasa kurang mendapat tempat, dan mungkin daripadanya dapatlah mendatangkan rasa yang kurang selesa. Oleh karenanya dalam keadaan yang sedemikian itu, maka diperbuatlah kerja kepada yang tengah, dengan beriktibar kepada yang di atas dan juga di bawah, demikian juga kepada yang di kanan dan di kiri ibarat sebagai kata pengokoh adalah tiang di dalam rumah.
Jika hendak melihat kepada kebesaran sesuatu bangsa, bolehlah dilihat kepada budayanya dapatlah diperkatakan memiliki unsur-unsur semacam bentuk keadaan masyarakat, mata pencaharian, teknologi, pengetahuan, agama, bahasa dan kesenian. Hal yang sedemikian itu sememangnyalah menjadi sesuatu kekuatan yang menyatukan di antara satu kepada yang lainnya. Sehinggakan ianya mengekal kokoh, besar dan menjulang tinggi.
Kebudayaan nasional Indonesia pada dasarnya adalah merpuakan puncak-puncak kebudayaan di daerah di seluruh Indonesia. Termasuklah diantaranya kebudayaan yang ada di daerah Melayu. Oleh hal yang sedemikian menjadi kewajiban kepada pemerintah dan keseluruhan unsur pendukung untuk mengekal-kuatkan sekaliannya memajukan dan mengembangkan berbagai khasanah yang berkaitan dengan kemajuan kebudayaan Indonesia yang dapat memperkaya kepada kebudayaan itu sendiri.
Keterangan :
*) Sindu Galba, Pendataan Naskah Kuno, Tanjungpinang BKS 1994/1995.
**) Dalam kenyataannya kejadian keluar Melayu adalah sangat jarang terjadi.
Wednesday, February 24, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Melayu itu dinamik, sehingga tak boleh dikatakan terpusat di semenanjung Malaya. Ada masanya kekuasaan Melayu berpusat di Sumatera, Kepualauan Riau, Semenanjung Malaya, Pattani bahkan Champa di Cambodia.
ReplyDeleteMelayu sebaiknya dipahami sebagai dinamika
Benar pak Ngah,saya koreksi lagi nih , :)
ReplyDelete