Pembentukan Provinsi Riau, berpisah dari Provinsi Sumatera Tengah sudah menjadi sebuah ikrar mati bagi seluruh masyarakat Riau. Sehingga perjuangan untuk mewujudkan hal itu mendapat dukungan luas dari masyarakat.
KONGRES Rakyat Riau (KRR I) yang dilaksanakan selama tiga hari, benar-benar menggambarkan sebuah perjuangan yang merata. Semua elemen, baik tokoh, politisi, dan masyarakat larut dalam sebuah euforia perjuangan yang padu. Tak heran, dalam KRR I itu, tidak ada perbedaan pendapat yang berujung perpecahan.
‘’Perjuangan sebelumnya masih bersifat berkelompok, namun karena tekad sudah kuat, maka seluruh kelompok masyarakat tersebut sudah mulai melakukan rapat-rapat untuk menyatukan dan menyamakan persepsi perjuangan pembentukan Riau,’’ ujar Wan Ghalib.
Kongres tersebut berakhir 2 Februari 1956, dan berhasil melahirkan beberapa keputusan penting. Keputusan itu meliputi, pertama, menuntut supaya daerah Riau yang meliputi Kabupaten Kampar, Indragiri, Bengkalis dan Kepulauan Riau dijadikan daerah otonom setingkat provinsi. Kedua, memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan Rakyat Riau.
Selanjutkan kongres juga menghasilkan beberapa keputusan yang intinya, bahwa pemerintah harus mempercepat seluruh proses keinginan dari 750.000 jiwa masyarakat Riau tersebut.
Perjuangan setelah KRR I berakhir tidak hanya dipusatkan di Pekanbaru, bahkan sampai ke tingkat pusat. Dengan tujuan agar pihak pemerintah pusat bisa langsung mengetahui keinginan masyarakat Riau tersebut.
‘’Untuk melaksanakan tujuan tersebut, kongres menugaskan PPPR untuk mengirimkan resolusi kepada pemerintah dan DPR. Kongres juga menugaskan PPPR untuk menyelenggarakan dan melaksanakan segala pekerjaan guna mencapai tujuan tuntutan tersebut,’’ kata Wan Ghalib kembali.
Amanat yang dihasilkan dari KRR I menjadi tugas berat bagi Panitia Persiapan Provinsi Riau (PPPR) yang berpusat di Pekanbaru dan Badan Penghubung yang berpusat di Jakarta. Badan Penghubung yang dipimpin oleh Wan Ghalib menjadi ujung tombak bagi perjuangan pembentukan Provinsi Riau.
Badan Penghubung bertugas menjalankan tugas-tugas dari PPPR. Badan Penghubung juga diberikan kewenangan mengambil inisiatif demi kelancaran perjuangan sepanjang tidak menyimpang dari kesepakatan Kongres Rakyat Riau.
Anggota Badan Penghubung awalnya terdiri dari Wan Ghalib (Ketua), A Djalil (sekretaris) dan anggota yang terdiri dari M Sabir, Ali Rasahan, Azhar Husni, T Arief, Dt Bendaro Sati, Nahar Efendi dan Kamarudin R.
Setelah dilakukan perombakan anggotanya berubah menjadi Wan Ghalib (Ketua), A Djalil M (sekretaris) dan anggota terdiri dari T Arief, DM Yanur, Kamaruddin AH, Hasan Ahmad, A Manaf Hadi, Azhar Husni dan Hasan Basri.
Perjuangan pembentukan provinsi juga dilakukan melalui parlemen. Satu putra Riau yang duduk di parlemen pada waktu itu adalah Ma’rifat Mardjani dari unsur partai. Dalam setiap kesempatan Ma’rifat Mardjani selalu menyuarakan tuntutan pembentukan Provinsi Riau di parlemen.
Putra asal Kuansing ini merupakan seorang tokoh yang sangat konsen dalam menuntut ke pemerintah pusat agar Riau menjadi provinsi. Bahkan dalam berbagai kesempatan, ia mencoba melakukan lobi-lobi politik kepada anggota DPR lainnya.
Dengan gaung yang dilakukan oleh almarhum Ma’rifat Mardjani tersebut, tentang keinginan membentuk provinsi sendiri berpisah dari provinsi induk, membuat pemerintah pusat sedikit memperhatikan keinginan ini.
‘’Keinginan yang besar tersebut tidak mampu dibendung pihak manapun, sehingga beberapa waktu, usai pelaksanaan Kongres Rakyat Riau I tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Tengah mulai melunak dan tidak mampu untuk membendungnya,’’ kata Wan lagi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.